TOEFL PREPARATION COURSE

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 28 April 2012

Mengelaborasi Martabat Cerita Rakyat untuk Mengangkat Kearifan Lokal Melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia, April 2012
oleh
Evi Mulyani
Mahasiswi Pendidikan Ekonomi 2009

Mata dunia perlahan menyaksikan pengikisan nilai-nilai budaya Indonesia. Kekerasan globalisasi menyumbat keagungan citra bangsa akibat adanya ekspektasi gusar tertinggal zaman. Indonesia dikhawatirkan oleh gejolak identitas kebangsaan. Tak ada ungkapan bangsa yang besar bagi Indonesia kini. Kita rentan tersulut kelincahan budaya asing yang semakin mewabah dan mencederai eksistensi budaya lokal yang sarat makna.



Kearifan lokal kini menjadi kearifan yang terisolasi. Kearifan lokal terliminasi dari primadona peradaban yang kian hari kian mendeklinasi. Penyeragaman dipaksa menjadi sebuah keniscayaan, lantas keberbedaan dianggap sebuah kekolotan. Kerap kali kita mengernyitkan hati atas peristiwa lumrah akan kemunafikan dan kenaifan untuk menampilkan kesejatian diri. Kearifan lokal yang sejatinya sebagai representasi keunikan ragam budaya di negeri besar ini, sungguh telah kian tergerus arus zaman. Akankah menjadi cerita usang? Mari kita berkontemplasi dan meruwat harapan dengan kembali memertahankan kearifan lokal sembari menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal.


Memutar Ingatan ke Memori Indonesiaku dulu


Ragam keunikan bangsa Indonesia dari sisi suku, budaya, etnis, dan yang lainnya merepresentasikan karakteristik masing-masing. Harmonis bergerak beriringan mengemukakan kekhasannya yang sarat menyiarkan kearifan yang pada masa-masa lalu terpatri menjadi salah satu sumber nilai dan inspirasi agung dalam merajut dan mengonstruksi kehidupan.
Sejarah mendemontrasikan, masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan lokal. Tilik saja beberapa suku dan etnis di Indonesia, Jawa begitu kentalnya dengan kelembutan, suku Batak nyaris kental dengan keterbukaan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi, etnis Cina dengan keuletannya yang mengemuka. Lebih dari itu, masing-masing mengelaborasi keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari mereka.
Kearifan lokal lahir dari rahim tanpa serta merta. Ia lahir dari rahim perenungan yang dalam. Mahapanjang proses perjalanan kearifan lokal sehingga akhirnya terbukti mengemuka, hal itu sarat kebaikan bagi roda kehidupan. Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal menjelma menjadi budaya yang mentradisi, melekat hebat pada kehidupan masyarakat. Artinya, sampai batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang berakar kuat pada setiap aspek lokalitas budaya ini. Semua, terlepas dari perbedaan intensitasnya, mengeram visi terciptanya kehidupan bermartabat, sejahtera, dan damai. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain.
Dewasa ini nilai-nilai luhur kearifan lokal mulai kehilangan kemurnian substansi. Kini yang tampil tak lebih dari sekadar topeng. Faktanya, hari ini budaya masyarakat Indonesia hampir keseluruhan mengalami reduksi dan deklinasi, menampilkan diri bak pajangan yang sarat formalitas. Kedatangannya tanpa kesejatian diri tak lebih untuk keuntungan diri.
Segudang upaya membangun kesejatian diri bangsa Indonesia termasuk penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidariatas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air dirasakan membias. Tentu banyak faktor yang membuat kearifan lokal secara umum kehilangan keberingasannya. Tak hanya menyalahkan masyarakat dalam memaknai secara kreatif dan kontekstual kearifan lokal mereka, faktor yang lainnya adalah pragmatisme dan keserakahan yang biasanya dimulai dari sebagian elit masyarakat. Memanfaatkan kearifan lokal secara artifisial sekaligus mencederai dan menyayat-nyayat nilai-nilai agung didalamnya.
Kompleksitas bencana budaya semakin telak menyeruak kepermukaan. Masyarakat terjerembab dalam kondisi dilematis, tak mampu memandang, apalagi menyelesaikan.
Mendongkrak kearifan lokal bukan mimpi yang mustahil untuk direalisasikan. Masyarakat Indonesia sudah saatnya menilik kembali kesejatian diri melalui pemaknaan dan pembangunan nilai-nilai luhur budaya mereka.
Mengelaborasi Martabat Cerita Rakyat
Pengukuhan eksistensi kearifan lokal diperlukan pemertahanan budaya lokal. Budaya lokal kental dengan budaya yang dimiliki suatu wilayah yang mencerminkan keadaan sosial diwilayahnya. Ketika bangsa lain rendah akan warisan budaya lokal, dengan geliat mentaktisi untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh ironis jika Indonesia yang kaya warisan budaya lokal lantas mengabaikan pelestariannya. Seperti sebuah tamsil “menggapai burung terbang sementara punai ditangan dilepaskan”. Salah satu budaya lokal yang menjadi primadona dan sangat relevan untuk mendongkrak eksistensi kearifan lokal adalah cerita rakyat.
Terlalu naïf apabila menganggap cerita rakyat hanya digunakan untuk memahami dunia dan mengekspresikan gagasan, ide-ide, dan nilai-nilai, melainkan ada hal paripurna yaitu memahamkan dunia kepada orang lain, menyimpan, mewariskan gagasan, dan mentransformasi nilai-nilai dari generasi ke generasi berikutnya.
Penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat diyakini akan melekat sampai dewasa. Ia menyampaikan amanat dan nilai-nilai, termasuk nilai-nilai pendidikan kepada pembaca. Pesan moral dalam cerita rakyat sejatinya akan ditemukan oleh pembaca.
Pesan moral dalam cerita rakyat merupakan hal terpenting sebagai bahan kontemplasi dalam merajut nilai-nilai dan melakoni kehidupan yang baik. Misalnya, cerita rakyat “Malin Kundang” di daerah Sumatera Barat berkisah tentang seorang anak yang mendurhakai ibunya sehingga dikutuk menjadi batu. Kisah Malin Kundang menyemburatkan dengan kuat bagaimana seorang anak harus hormat kepada orang tua. Berbagai macam tokoh dan watak tersajikan dalam cerita rakyat dapat dijadikan pelajaran yang luhur. Lebih dari itu, setiap cerita rakyat merepresentasikan budaya lokal suatu wilayah sehingga sangat layak jika cerita rakyat dapat mengangkat kearifan lokal. Tak penting dengan keaslian cerita rakyat. Yang terpenting adalah martabat dan nilai-nilai luhur yang mengkristal yang dapat menulari jiwa akan kecemerlangan telaga kearifan lokal.
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia menginisiasi pembangunan manusia Indonesia dan sungguh relevan dengan perkembangan zaman. Pada hakikatnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tak hanya untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan wawasan.
Melejitkan kearifan lokal yang komprehensif dengan cerita rakyat ke puncak bukan oase di gurun pasir. Meruwat mimpi mengenalkan dan memertahankannya adalah melalui dunia akademis. Salah satu upaya tersebut melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam panggung otonomi daerah, selayaknya kearifan lokal diperkenalkan kepada para penikmat pendidikan. Bahkan, dalam penyusunan kurikulum ditingkat pendidikan sekolah dasar dan menengah sudah selayaknya mengintegrasikan budaya lokal ke dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bahasa dan Sastra Indonesia berbicara mengenai budi, imajinasi, dan emosi, juga sebagai karya kreatif yang lahir sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra dapat berinfiltrasi terhadap daya emosi, imajinasi, kreatifitas, dan intelektual. Cerita rakyat yang merupakan jelmaan prosa sudah sepantasnya mulai dijadikan sebagai bahan pembelajaran sastra di sekolah.
Taktis mengonstruksi kearifan lokal kepermukaan dengan cerita rakyat melalui pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia berarti mengupayakan penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal, seperti nilai religious, nilai moral, tak terkecuali pula nilai-nilai kebangsaan. Muaranya, penanaman nilai-nilai budaya lokal untuk mengangkat kearifan lokal dengan cerita rakyat diprediksi akan mengimbangi pengaruh budaya asing yang semakin menggurita dimasyarakat kita.
Proses deklinasi yang selama ini nampak jelas kita saksikan sudahlah cukup sampai disini. Mengangkat kearifan lokal dengan mengelaborasi cerita rakyat melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia bukanlah tamsil oase di gurun pasir. Melainkan sebuah langkah kecil tapi pasti yang ditunggu bangsa besar ini, bangsa Indonesia untuk menemukan kembali kesejatian diri. 


Minggu, 15 April 2012

Detik-Detik Bangkitnya Ekonomi Syari'ah


Masih ingatkah Anda tentang perkara raksasa yang menggegerkan dunia yang terjadi pada tanggal 23 September 2008 lalu? Saat itulah perusahaaan raksasa dunia ambruk dan bangkrut. Fenomena kebangkrutan perusahaan besar di Amerika Serikat tersebut membuktikan bahwa mereka hanya mengejar keuntungan dengan menghalalkan segala cara.

Sampai detik ini, krisis ekonomi kapitalis telah terjadi berulangkali. Dari Rusia sampai ke Venezuela, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini menyebabkan penderitaan ekonomi, pendapatan menurun, kelaparan, kerusuhan, dan meningkatnya kriminalitas.

Sangat disadari bahwasannya system ekonomi kapitalis hanya lebih mengutamakan pemilik modal, memperlakukannya sebagai raja atau ratu, sebagai motor penggerak, inisiator, leader dan otomatis akan menjadi penerima berkah. Di sisi lain, pekerja dan profesional sebagai pelengkap penderita saja. Parahnya, kapitalisme sangat mengabaikan aspek moral dan ketuhanan. Dasar filosofi rasionalisme sekuler inilah yang menyebabkan ketidakseimbangan yang berdampak pada kerusakan alam, kemiskinan, kerusuhan sosial, hingga menimbulkan berbagai krisis berkelanjutan.

Pondasi Kapitalisme adalah berdasarkan ekonomi moneter bukan berdasarkan ekonomi ril, sehingga rente ekonomi yang diperoleh bukan berdasarkan hasil investasi produktif, namun dari investasi spekulatif. Masyaallah.

Sudah tak perlu kita persoalkan perkara-perkara system ekonomi kapitalis yang rakus dan ketidakjujuran yang mewarnai perekonomian dunia. Sebagaimana tagline kapitalisme adalah kepuasan individu yang maksimum, mengejar keuntungan semata, dan memisahkan kehidupan ekonomi dari nilai-nilai agama sehingga banyak terjadi moral hazard. Krisis ini membuktikan bahwa sistem perekonomian kapitalis telah diujung kehancuran. Sistem yang memperbolehkan pelaku bisnis melakukan kegiatan- kegiatan spekulatif tinggal puing-puing yang menyisakan kesengsaraan. Praktek spekulatif dalam transaksi di pasar modal dan pasar valas ini membuat sektor moneter menggelembung atau dikenal dengan bubble economi, tetapi tidak didukung sektor riil yang kuat.

Permasalahan ini harus diatasi dari inti dan akar permasalahannya serta harus dianalisis guna menetapkan solusinya dengan menerapkan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar ilmu Islam.

Ekonomi syariah menuntun prilaku berekonomi agar memperoleh kesejahteraan. Perilaku ini terkait dengan landasan syariat sebagai rujukan moral dalam fitrahnya, yang terbentuk dengan dasar nilai Ilahiyah.

Perbedaan mendasar ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional (kapitalis dan sosialis) terletak pada sumber utama prilaku dan infrastruktur ekonomi syariah yaitu al Qur’an dan as Sunnah yang bukan merupakan karya pakar ekonomi Islam, namun pengetahuan langsung dari sang Maha Pencipta, Allah Subhana wa ta’Allah. Di sisi lain, sumber pengetahuan ekonomi konvensional adalah intelegensi dan institusi akal manusia melalui studi empiris. Perbedaan kedua, terletak pada motif prilaku itu sendiri. Ekonomi syariah dibangun dan dikembangkan di atas nilai altruism,sedangkan ekonomi konvensional berdasarkan nilai egoisme.

Prinsip yang luar biasa dan bukan hanya memberi batasan-batasan moral saja, namun mengandung konsekuensi bangunan ekonomi yang signifikan berbeda dengan sistem ekonomi konvensional dari ekonomi syariah semakin menegaskan bahwa system ekonomi syariahlah yang dapat mengeluarkan perekonomian dunia yang semakin terpuruk. Mulai dari prinsip hidup hemat dan tidak bermewah-mewahan, implementasi zakat, penghapusan/ pelarangan riba, gharar dan maisir, menjadi sistem bagi hasil (profit-loss sharing) dengan instrumen mudharabah dan musharakah sebagai pengganti sistem kredit dan bunganya yang membersihkan ekonomi dari segala prilaku buruk yang merusak sistem, seperti menipu dan judi, dan usaha-usaha yang halal.

Tunggu apa lagi kita saat ini? Aplikasikan system ekonomi yang paripurna yaitu ekonomi syariah..
JAYA EKONOMI SYARI’AH!!!
Salam Hangat ^_^ Evi Mulyani

Pemerintah atau Pasar?


Diawali pengamatan Galbraith sebagai penganut tradisi Marx dan Schumpeter bahwa perkembangan dan pendewasaan konsep mekanisme pasar yang menurut pengamatannya memiliki ekonomi makro yang tidak stabil, ekonomi mikro yang tidak efisien dan tiadk mampu mengurangi kesenjangan social. Atas pandangan tersebut Galbraith mengusulkan pentingnya intervensi pemerintah dalam kkegiatan ekonomi untuk menjaga kestabilan dan efisiensi ekonomi serta peningkatan pemerataan.


Berbeda dengan Friedman, mempunyai pandangan yang bertolak belakang dengan pandangan Galbraith bahwa campur yangan pemerintah diluar urusan public (seperti pertahanan, dan ketertiban umum) akan menyebabkan tidak efisiennya penggunaan sumber daya, terhambatnya kemajuan ekonomi, terhambatnya mobilitas social dan akhirnya akan mengurangi kemerdekaan berpolitik.

Pandangan pro pasar yang diwakili oleh Friedman sebetulnya dilandasi oleh idealisasi model kompetisi pasar yang sempurna yang cenderung menuju keseimbangan yang penuh dari ekonomi secara keseluruhan (ekonomi makro) dan penggunaan sumberdaya yang efisien baik perorangan maupun perusahaan (ekonomi mikro). Pandangan ini didukung oleh fakta kemajuan ekonomi pasar negara-negara industri Barat dan Jepang.

Salah satu penyebab intervensi pemerintah adalah faktor kegagalan ekonomi pasar. Ada dua kriteria yang lazim digunakan untuk menilai system pasar dan non pasar, yaitu efisiensi dan pemerataan. Jika system pasar dapat melaksanakan sesuatu dengan biaya yang lebih murah dan system nonpasar atau jika system pasar dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik dibanding system pasar pada harga yang sama, maka system pasar tersebut dianggap tidak efisien.

Dari kedua kriteria diatas, isu pemerataan biasanya lebih dominan dibanding dengan isu efisiensi dalam menjelaskan kegagalan pasar sehingga isu inti biasanya didominasi pertimbangan dagi intervensi pemerintah yang ekstentif terhadap system ekonomi pasar.

Sabtu, 14 April 2012

Eksternalitas Ekonomi


Mari menganalisis eksternalitas ekonomi perkembangan wisata alam berkelanjutan pada kawasan Baturaden, Purwokerto Jawa Tengah.

Sector industry pendukung wisata seperti hotel dan restoran hanya menyumbang 2,2% terhadap produk domestic bruto (PDB) dalam pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, sector wisata dipercayai mempunyai masa depan atau prospek yang bagus untuk perkembangan ekonomi regional. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan pada sector lain dan kesempatan kerja sebagai akibat pengaruh ekonomi secara berantai dari sector indsutri hotel dan restoran. Artinya, sector kemampuannya menyediakan kesempatan kerja bagi penduduk setempat.

Meskipun sector pariwisata belum menunjukkan pengaruhnya yang besar terhadap PRDB, tetapi diyakini akan menjadi andalan, terbukti dengan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan sector primer seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan. Selain mendatangkan devisa, sector pariwisata dapat meningkatkan penanaman modal (investasi) dan merangsang pertumbuhan sector ekonomi lainnya karena perlu pasokan dari sector lainnya.

Peningkatan nilai tambahan atau permintaan akhir sector pariwisata diyakini akan menjadi andalan bagi wilayah Jawa Tengah untuk meningkatkan PRDB. Industri pariwisata dapat memajukan perekonomian daerah karena merupakan sector yang  padat karya, mempunyai daya serap yang besar terhadap tenaga kerja, serta mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Membangun Manusia Indonesia

Oleh
Evi Mulyani*

Dalam pidato kenegaraan Presiden Soeharto tanggal 16 Agustus 1984 menyatakan, bahwa “yang menjadi andalan utama pembangunan Indonesia bukanlah kekayaan alamnya yang melimpah ruah, melainkan kualitas manusia Indonesia. Kualitas manusia Indonesia itulah yang akan menentukan berhasil atau tidaknya usaha bangsa Indonesia untuk tinggal landas nanti.”



Pidato mantan Presiden Indonesia diatas telah mengonfirmasi bahwa andalan utama pembangunan Indonesia adalah kualitas manusianya. Kini, berbicara kualitas manusia Indonesia malah memunculkan masa kelam. Pasalnya, kualitas manusia Indonesia perlahan kian merosot. Berdasarkan data United Nations Development Programme (UNDP) tanggal 2 November 2011 merilis angka Human Development Index (HDI) Indonesia 2011 sebesar 0,617. Dengan nilai tersebut, peringkat Indonesia berada diposisi 124 dari 187 negara. Human Development Index (HDI) Indonesia tahun 2011 tersebut melorot 16 peringkat dibandingkan tahun lalu yaitu di peringkat 108. Peringkat Indonesia juga tercatat berada di bawah rata-rata kawasan Asia Timur dan Pasifik, yaitu sebesar 0,671.

Human Index Development (HDI) merupakan komposit dari indeks kesehatan yang diukur dari angka harapan hidup saat lahir yaitu sebesar 69,4 tahun. Dari sisi penghasilan, pendapatan per kapita Indonesia baru sekitar US$ 3,716. Indonesia juga masih tertinggal soal keberlanjutan ekonomi (sustainability) yang diukur berdasarkan jumlah tabungan bersih, Indonesia hanya 11,0. Indonesia hanya unggul dalam hal indeks ketidaksetaraan gender dan jumlah populasi. Indeks ketidaksetaraan gender Indonesia sebesar 0,505.

Untuk populasi, Indonesia saat ini memiliki jumlah yang fantastis, yaitu 242.325.000 penduduk. Dari sisi pendidikan, angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas sebesar 92,2 persen; angka partisipasi kasar sebesar 117 persen; angka harapan anak usia sekolah hanya 13,2 tahun dan angka harapan rata-rata tahun sekolah atau rata-rata lama mengenyam bangku pendidikan bagi penduduk usia diatas 25 tahun yaitu 5,8 tahun.

Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar orang Indonesia tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Ironis. Begitu pula dengan harapan lama sekolah yang hanya sebesar 13,2 tahun, itu artinya secara umum orang Indonesia hanya akan mengenyam pendidikan sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) saja.

Banyak tanya menyeruak keruang publik, bagaimana mungkin negara yang dikenal sebagai zamrud khatulistiwa dengan dianugerahi Tuhan sumber daya yang tidak akan ada habisnya. Emas, intan, berlian, uranium, minyak bumi, hingga batubara disediakan Tuhan dengan stok berlimpah, disediakan segala hal yang bahkan tak dimiliki negeri para dewa. Negara yang merdeka lebih dari 66 tahun silam setelah lepas dari penjajahan Belanda dan Jepang dipandang matang untuk membangun bangsanya. Segala hal di negeri ini diciptakan istimewa oleh Sang Pencipta, masih tergopoh-gopoh untuk keluar dari keterpurukannya?

Bagaimana mungkin negara yang terbebas dari dentuman meriam dan rentetan senapan mesin yang menyalak dahsyat, terbebas dari kepanikan, keributan, kekacauan, kegelisahan, terbebas dari kilatan-kilatan cahaya membabi-buta yang membuat takut untuk melangsungkan kehidupan belum juga keluar dari ketertinggalan kualitas manusianya?

Kabarnya, bidang pendidikanlah yang banyak mencederai peringkat IPM Indonesia di tahun 2011. Padahal bidang pendidikan yang selama ini mendapatkan kucuran dana terbesar dari APBN. Dua puluh persen dari APBN telah dialokasikan khusus untuk bidang pendidikan. Apakah dana sebesar itu belum mampu mendanai semua agenda pendidikan di Indonesia? Ataukah dana sebesar itu tidak tepat sasaran? dua tolok ukur IPM lainnya yaitu bidang kesehatan dan pendapatan per kapita.

Seharusnya, dengan dana kesehatan yang telah dinaikkan menjadi 5% IPM Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Selanjutnya, program-program lain yang dilakukan pemerintah seperti peningkatan jumlah lapangan kerja terutama bagi masyarakat miskin, jaminan sosial bagi masyarakat tidak mampu, pemberdayaan masyarakat di kawasan terpencil, belum juga mencapai hasil yang signifikan.

Kecurigaan besar acapkali tertuju pada bidang pendidikan yang kabarnya banyak mencederai IPM Indonesia tahun 2011. Pemicu terbesarnya disinyalir rendahnya akses masyarakat terhadap pendidikan. Terbukti sampai saat ini tidak semua penduduk mampu menggapai akses terhadap pendidikan apalagi masyarakat yang berdomisili di daerah terpencil. Hal tersebut diperparah oleh ulah pemerintah dibeberapa daerah tertentu yang rupa-rupanya abai dan kurang serius dalam mengelola pendidikan, sikap yang passive dan cenderung kurang pro aktif dalam memajukan pendidikan sehingga wajar saja apabila bidang pendidikan menempati urutan pertama penyebab IPM Indonesia merosot.

Hal lain dari bidang kesehatan, service kesehatan yang diberikan kepada masyarakat masih perlu banyak dievaluasi. Mengingat potret anak Indonesia yang terkena gizi buruk terbilang menggurita untuk beberapa daerah tertentu, pelayanan kesehatan bagi ibu hamil masih sangat mengkhawatirkan. Bantuan kepada masyarakat miskin seperti peningkatan jumlah lapangan kerja masih belum terasa adanya belum lagi diperparah dengan adanya kesenjangan social yang semakin besar, wajar saja apabila pendapatan perkapita Indonesia masih sangat rendah.

Ada bayangan suram tentang masa depan kualitas manusia Indonesia, terutama ketika kita hendak memproyeksikan bangsa ini dalam zona sengit globalisasi dan pasar bebas. Kondisi yang memprihatinkan dan prestasi yang memalukan terus menggelayuti pikiran hingga timbul pertanyaan, akankah kita keluar dari keterpurukan ini?. Saat ini tidak ada yang lebih penting daripada memikirkan langkah mercusuar untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Hal ini tentu memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk menemukannya. Membangun manusia Indonesia menjadi lebih berkualitas dibutuhkan langkah berani yang focus dan serius.

Setidaknya ada tiga solusi yang tak dapat diacuhkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia berdasar pada potret kualitas manusia saat ini. Pertama, perbaikan akses terhadap pendidikan dan kesehatan masyarakat, sebab baik pendidikan maupun kesehatan pada kenyataannya belum juga menggurita apalagi dinikmati semua masyarakat, terutama untuk daerah terpencil. Langkah tersebut akan lebih essential apabila dibarengi dengan peningkatan kuantitas dan kualitas pendidikan anak-anak sejak usia dini.

Kedua, panggung pendidikan harus mempunyai road map yang jelas. Evaluasi secara berkala pada bidang pendidikan, agar tercipta awareness dan lebih pro aktif, serta lebih kontras dalam memandang masalah sehingga lebih pandai menentukan masalah mana yang menjadi prioritas untuk segera diselesaikan.

Ketiga, giatkan desentralisasi (otonomi daerah). Menurut Kepala Perwakilan United Nations Development Programme (UNDP) di Indonesia, El-Mostafa Benlamilia menyatakan, bahwa kesenjangan ekonomi dan pendidikan di Indonesia akan berkurang bahkan hilang apabila desentralisasi (otonomi daerah) dijalankan dengan baik. Dibarengi dengan meningkatkan kapasitas di daerah terutama pemerintah daerah dan masyarakatnya akan menjadi langkah komplemen yang cukup berarti. 

Histori angka-angka Human Development Index Indonesia yang selama ini tertuang di United Nations Development Programme (UNDP) memang belum fantastis. Namun, sudahlah cukup sampai disini kita menyaksikan proses stagnasi pembangunan yang parah seperti yang dikabarkan UNDP kepada kita. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia bukan mustahil untuk dicapai.

*Mahasiswa Pendidikan Ekonomi UPI 2009