Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia, April 2012
oleh
Evi Mulyani
Mahasiswi Pendidikan Ekonomi 2009
Memutar Ingatan ke Memori Indonesiaku dulu
Ragam keunikan bangsa Indonesia dari
sisi suku, budaya, etnis, dan yang lainnya merepresentasikan karakteristik
masing-masing. Harmonis bergerak beriringan mengemukakan kekhasannya yang sarat
menyiarkan kearifan yang pada masa-masa lalu terpatri menjadi salah satu sumber
nilai dan inspirasi agung dalam merajut dan mengonstruksi kehidupan.
Sejarah mendemontrasikan,
masing-masing etnis dan suku memiliki kearifan lokal. Tilik saja beberapa suku
dan etnis di Indonesia, Jawa begitu kentalnya dengan kelembutan, suku Batak
nyaris kental dengan keterbukaan, suku Madura memiliki harga diri yang tinggi,
etnis Cina dengan keuletannya yang mengemuka. Lebih dari itu, masing-masing
mengelaborasi keakraban dan keramahan dengan lingkungan alam yang mengitari
mereka.
Kearifan lokal lahir dari rahim tanpa
serta merta. Ia lahir dari rahim perenungan yang dalam. Mahapanjang proses
perjalanan kearifan lokal sehingga akhirnya terbukti mengemuka, hal itu sarat
kebaikan bagi roda kehidupan. Keterujiannya dalam sisi ini membuat kearifan lokal
menjelma menjadi budaya yang mentradisi, melekat hebat pada kehidupan
masyarakat. Artinya, sampai batas tertentu ada nilai-nilai perenial yang
berakar kuat pada setiap aspek lokalitas budaya ini. Semua, terlepas dari
perbedaan intensitasnya, mengeram visi terciptanya kehidupan bermartabat,
sejahtera, dan damai. Dalam bingkai kearifan lokal ini, masyarakat
bereksistensi, dan berkoeksistensi satu dengan yang lain.
Dewasa ini nilai-nilai luhur kearifan
lokal mulai kehilangan kemurnian substansi. Kini yang tampil tak lebih dari sekadar
topeng. Faktanya, hari ini budaya masyarakat Indonesia hampir keseluruhan
mengalami reduksi dan deklinasi, menampilkan diri bak pajangan yang sarat
formalitas. Kedatangannya tanpa kesejatian diri tak lebih untuk keuntungan
diri.
Segudang upaya membangun kesejatian
diri bangsa Indonesia termasuk penghargaan pada nilai budaya dan bahasa,
nilai-nilai solidariatas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air
dirasakan membias. Tentu banyak faktor yang membuat kearifan lokal secara umum
kehilangan keberingasannya. Tak hanya menyalahkan masyarakat dalam memaknai
secara kreatif dan kontekstual kearifan lokal mereka, faktor yang lainnya
adalah pragmatisme dan keserakahan yang biasanya dimulai dari sebagian elit
masyarakat. Memanfaatkan kearifan lokal secara artifisial sekaligus mencederai
dan menyayat-nyayat nilai-nilai agung didalamnya.
Kompleksitas bencana budaya semakin
telak menyeruak kepermukaan. Masyarakat terjerembab dalam kondisi dilematis,
tak mampu memandang, apalagi menyelesaikan.
Mendongkrak kearifan lokal bukan
mimpi yang mustahil untuk direalisasikan. Masyarakat Indonesia sudah saatnya
menilik kembali kesejatian diri melalui pemaknaan dan pembangunan nilai-nilai
luhur budaya mereka.
Mengelaborasi Martabat Cerita Rakyat
Pengukuhan eksistensi kearifan lokal
diperlukan pemertahanan budaya lokal. Budaya lokal kental dengan budaya yang
dimiliki suatu wilayah yang mencerminkan keadaan sosial diwilayahnya. Ketika
bangsa lain rendah akan warisan budaya lokal, dengan geliat mentaktisi untuk
melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh ironis jika Indonesia yang
kaya warisan budaya lokal lantas mengabaikan pelestariannya. Seperti sebuah
tamsil “menggapai burung terbang sementara punai ditangan dilepaskan”. Salah
satu budaya lokal yang menjadi primadona dan sangat relevan untuk mendongkrak
eksistensi kearifan lokal adalah cerita rakyat.
Terlalu naïf apabila menganggap
cerita rakyat hanya digunakan untuk memahami dunia dan mengekspresikan gagasan,
ide-ide, dan nilai-nilai, melainkan ada hal paripurna yaitu memahamkan dunia
kepada orang lain, menyimpan, mewariskan gagasan, dan mentransformasi nilai-nilai
dari generasi ke generasi berikutnya.
Penanaman nilai-nilai yang terkandung
dalam cerita rakyat diyakini akan melekat sampai dewasa. Ia menyampaikan amanat
dan nilai-nilai, termasuk nilai-nilai pendidikan kepada pembaca. Pesan moral
dalam cerita rakyat sejatinya akan ditemukan oleh pembaca.
Pesan moral dalam cerita rakyat
merupakan hal terpenting sebagai bahan kontemplasi dalam merajut nilai-nilai
dan melakoni kehidupan yang baik. Misalnya, cerita rakyat “Malin Kundang” di
daerah Sumatera Barat berkisah tentang seorang anak yang mendurhakai ibunya
sehingga dikutuk menjadi batu. Kisah Malin Kundang menyemburatkan dengan kuat bagaimana
seorang anak harus hormat kepada orang tua. Berbagai macam tokoh dan watak
tersajikan dalam cerita rakyat dapat dijadikan pelajaran yang luhur. Lebih dari
itu, setiap cerita rakyat merepresentasikan budaya lokal suatu wilayah sehingga
sangat layak jika cerita rakyat dapat mengangkat kearifan lokal. Tak penting
dengan keaslian cerita rakyat. Yang terpenting adalah martabat dan nilai-nilai luhur
yang mengkristal yang dapat menulari jiwa akan kecemerlangan telaga kearifan lokal.
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia menginisiasi pembangunan manusia Indonesia dan sungguh relevan dengan
perkembangan zaman. Pada hakikatnya Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tak
hanya untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, tetapi juga untuk meningkatkan
kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan wawasan.
Melejitkan kearifan lokal yang
komprehensif dengan cerita rakyat ke puncak bukan oase di gurun pasir. Meruwat
mimpi mengenalkan dan memertahankannya adalah melalui dunia akademis. Salah satu
upaya tersebut melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam panggung
otonomi daerah, selayaknya kearifan lokal diperkenalkan kepada para penikmat
pendidikan. Bahkan, dalam penyusunan kurikulum ditingkat pendidikan sekolah
dasar dan menengah sudah selayaknya mengintegrasikan budaya lokal ke dalam mata
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Bahasa dan Sastra Indonesia berbicara
mengenai budi, imajinasi, dan emosi, juga sebagai karya kreatif yang lahir
sebagai konsumsi intelektual dan emosional. Sastra dapat berinfiltrasi terhadap
daya emosi, imajinasi, kreatifitas, dan intelektual. Cerita rakyat yang
merupakan jelmaan prosa sudah sepantasnya mulai dijadikan sebagai bahan
pembelajaran sastra di sekolah.
Taktis mengonstruksi kearifan lokal kepermukaan
dengan cerita rakyat melalui pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia berarti
mengupayakan penanaman nilai-nilai yang terkandung
dalam budaya lokal, seperti nilai religious, nilai moral, tak terkecuali
pula nilai-nilai kebangsaan. Muaranya, penanaman nilai-nilai budaya lokal
untuk mengangkat kearifan lokal dengan cerita rakyat diprediksi akan
mengimbangi pengaruh budaya asing yang semakin menggurita dimasyarakat kita.
Proses deklinasi yang selama ini
nampak jelas kita saksikan sudahlah cukup sampai disini. Mengangkat kearifan
lokal dengan mengelaborasi cerita rakyat melalui Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia bukanlah tamsil oase di gurun pasir. Melainkan sebuah langkah kecil
tapi pasti yang ditunggu bangsa besar ini, bangsa Indonesia untuk menemukan
kembali kesejatian diri.