Minggu, 22 Juni 2014

Pare Part 1

Aku sebut diriku aku bukan saya, ini pertanda kalau kamu aku anggap sebagai teman, oh bukan, tapi teman dekat. Aku terbiasa memakai kata “aku” dan diikuti semua kata-kata tidak formal kalau aku bercerita dengan teman dekat.


Kamu bener-bener aku anggap teman dekat, jadi aku berani untuk curhat. Ini tentang Pare, sebuah kampung di Jawa Timur yang biasa disebut Kampung Inggris.

Niatan pergi ke Pare sudah sejak lama sebenernya, dari mulai tingkat tiga. Tapi banyak hal yang tidak memungkinkan untuk aku pergi kesana. Singkat cerita di tingkat 4 aku udah memutuskan untuk pergi ke Pare bulan September atau November  dengan asumsi aku udah sidang bulan Agustus dan Desember kembali ke kampus buat wisuda. Nyatanya, skripsiku belum selesai apalagi untuk sidang. Menyedihkan memang! Dibulan September setelah 5 Bab aku rampungkan skripsiku harus aku revisi total dari uji pengaruh ke deskriptif. Aku anggap ini murni kesalahan kita bersama –aku dan dosen pembimbingku(karena kita baru menyadari ada sesuatu yang kurang cocok setelah aku membereskan bab 5, aku ga habis pikir, padahal dospemku itu orangnya keren, teliti, dan terkenal cerdas –no body is perfect-). Hm kalau ingat skripsi ingat beberapa kakak tingkat yang aku repotkan, direpotkan buat diajak curhat, mendengar tangisan aku, mendengar kekecewaan atau kekesalanku. Hehe. Ya memang saat-saat mengerjakan skripsi, kakak tingkat benar-benar useful banget.

Ok, aku ganti planningku pergi ke Pare jadi bulan Januari. Alhamdulillah tepat di bulan Desember aku sidang dan 23 Januari aku berangkat ke Pare (tentunya aku sudah membereskan semua urusan akademikku dikampus).

Aku berangkat berempat. Aku, Elis, Nurul, dan Teh Tuti. Waktu itu kita pake kereta Kahuripan, harganya Rp105,000. Itu kelas ekonomi. Semua kereta ekonomi sekarang ber-AC. Kita berangkat dari stasiun Kiaracondong pukul 20.30 nyampe Stasiun Kediri pukul 10.00an hari Jumat.

Parahnya kita disana belum booking kostan atau camp. Untunglah ada teman disana, Mira namanya, jadi barang-barang kita simpan di kostannya sampai kita dapet kostan. Hari pertama datang ke Pare kita langsung keliling-keliling tempat kursusan –karena kita belum final memutuskan mau kursus dimana meski kita udah searching dan diskusi berjam-jam-. Kita keliling-keliling Pare (berjam-jam) untuk menentukan program apa dan lembaga yang akan kita ambil. Makin banyak tempat yang kita datangi makin bingung untuk menentukan (bayangkan disana kabarnya ada ratusan kursusan). Sampai kita hubungi teman satu lagi yang disana, namanya Ades, minta pertimbangan, alhasil muakin bingung. Bingung kenapa? Karena GOAL aku pengen mahir TOEFL dan Speaking dalam waktu 2,5 bulan dengan kondisi background Bahasa Inggris aku yang lack banget daaaan uang yang aku bawa pas-pasan. Haha. (Ini akan menjadi pertimbangan yang sangat sulit).

Aku ga tahu kondisi setiap kursusan waktu itu. Pokoknya aku tertarik dengan dua kursusan, Access sama Test. Access goalnya mahir IELTS tapi belajarnya 4 bulan eh apa 6 bulan ya? lupa. Kalau Test goalnya bisa IELTS bisa TOEFL belajarnya 3 bulan ditambah 1 bulan bisa jadi pengajar disana. Dua kursusan ini terkenal mahal bahkan sangat mahal di Pare, bisa dibilang Test paling mahal. Aku agak tertarik sama yang mahal-mahal. He (padahal uang yg dibawa dikit. hihi)

Aku, Elis, sama teh Tuti berdiskusi panjang dan akhirnya berencana (baru rencana) untuk masuk Test. Karena awal periode di Test itu setiap tanggal 10 setiap bulannya, jadi terpaksa kita harus mengisi waktu 2 minggu di tempat lain.

Bingung kembali, karena harus memutuskan program dan lembaga apa yang cocok kita pilih? (karena kita sangat berhati-hati, ceritanya).

Ohya, kita keliling-keliling Pare jalan kaki lho, wow! Ga ada pemandu, ga diantar teman, kita bertiga panas-panasan dan bermodalkan peta di smartphone kita. Untungnya ada Teh Tuti, dia leader aku sama Elis. Dia mampu membaca peta dengan sabar. Jadi dia yang jadi petunjuk jalan. Karena aku sama Elis udah capek duluan ditambah suhu yang sangat panas. Kita ikut aja kemanapun Teh Tuti pergi.

Guys, sampai bada magrib kita belum memutuskan lembaga untuk kita belajar selama dua minggu. Yasudah kita lanjut ke misi berikutnya yaitu mencari kostan. Dengan dasar kita akan menghabiskan banyak uang di lembaga yang mahal nanti, jadi kita putuskan mulai detik itu untuk hidup hemat sehemat-hematnya. Jadi kita nyari kostan yang murah, semurah-murahnya.

Sampai malam pukul 21.00 kita belum nemu tuh kostan yang murah. Haha kebangetan emang kalau inget-inget masa itu. Alhasil kita harus nginep semalam dikosan temenku itu. Menginap dikosan temen itu sangat ga recommended karena bakal ngerepotin dan ga enak bgt ke yang punya kostan.

Besoknya alhamdulillah kita dapet kostan murah bahkan mungkin paling murah. Mau tau harganya? Rp130,000 sebulan perorang. Karena kita Cuma dua minggu disitu jadi kita Cuma bayar Rp65,000. Ini bener-bener murah! Paling murah di Pare! Tapi kamu jangan bayangin fasilitasnya! Karena kita lihat harganya bukan fasilitasnya. Lanjut, kita sewa sepeda, dan ini juga ceritanya kebangetan. Kita usahakan nyewa sepeda yang paling murah. Sebisa mungkin kita bisa hemat meski beberapa puluh ribu. Dapetlah sewa sepeda dengan harga Rp50,000 sebulan dengan kondisi karatan disana sini dan warna yang tidak pasti.

Dihari yang sama, keluar gagasan bagus buat nyari kursusan yang murah juga. Alhasil kita nemu deh kursusan murah, yaitu Kresna. Aku sama Elis ngambil kelas Planet Speaking dan teh Tuti ngambil Pre Planet Speaking di Kresna selama dua minggu.

Banyak cerita menarik di Planet Speaking, akan aku ceritakan... belum nemu hikmahnya? mmm, aku belum benar-benar bercerita.

To be continued ^^