Aku sebut
diriku aku bukan saya, ini pertanda kalau kamu aku anggap sebagai teman, oh
bukan, tapi teman dekat. Aku terbiasa memakai kata “aku” dan diikuti semua
kata-kata tidak formal kalau aku bercerita dengan teman dekat.
Kamu bener-bener
aku anggap teman dekat, jadi aku berani untuk curhat. Ini tentang Pare, sebuah
kampung di Jawa Timur yang biasa disebut Kampung Inggris.
Niatan
pergi ke Pare sudah sejak lama sebenernya, dari mulai tingkat tiga. Tapi banyak
hal yang tidak memungkinkan untuk aku pergi kesana. Singkat cerita di tingkat 4
aku udah memutuskan untuk pergi ke Pare bulan September atau November dengan asumsi aku udah sidang bulan Agustus
dan Desember kembali ke kampus buat wisuda. Nyatanya, skripsiku belum selesai
apalagi untuk sidang. Menyedihkan memang! Dibulan September setelah 5 Bab aku
rampungkan skripsiku harus aku revisi total dari uji pengaruh ke deskriptif. Aku
anggap ini murni kesalahan kita bersama –aku dan dosen pembimbingku(karena kita
baru menyadari ada sesuatu yang kurang cocok setelah aku membereskan bab 5, aku
ga habis pikir, padahal dospemku itu orangnya keren, teliti, dan terkenal
cerdas –no body is perfect-). Hm kalau ingat skripsi ingat beberapa kakak
tingkat yang aku repotkan, direpotkan buat diajak curhat, mendengar tangisan
aku, mendengar kekecewaan atau kekesalanku. Hehe. Ya memang saat-saat
mengerjakan skripsi, kakak tingkat benar-benar useful banget.
Ok,
aku ganti planningku pergi ke Pare jadi bulan Januari. Alhamdulillah tepat di
bulan Desember aku sidang dan 23 Januari aku berangkat ke Pare (tentunya aku
sudah membereskan semua urusan akademikku dikampus).
Aku berangkat
berempat. Aku, Elis, Nurul, dan Teh Tuti. Waktu itu kita pake kereta Kahuripan,
harganya Rp105,000. Itu kelas ekonomi. Semua kereta ekonomi sekarang ber-AC. Kita
berangkat dari stasiun Kiaracondong pukul 20.30 nyampe Stasiun Kediri pukul 10.00an
hari Jumat.
Parahnya
kita disana belum booking kostan atau camp. Untunglah ada teman disana, Mira
namanya, jadi barang-barang kita simpan di kostannya sampai kita dapet kostan. Hari
pertama datang ke Pare kita langsung keliling-keliling tempat kursusan –karena kita
belum final memutuskan mau kursus dimana meski kita udah searching dan diskusi
berjam-jam-. Kita keliling-keliling Pare (berjam-jam) untuk menentukan program
apa dan lembaga yang akan kita ambil. Makin banyak tempat yang kita datangi
makin bingung untuk menentukan (bayangkan disana kabarnya ada ratusan kursusan).
Sampai kita hubungi teman satu lagi yang disana, namanya Ades, minta
pertimbangan, alhasil muakin bingung. Bingung kenapa? Karena GOAL aku pengen mahir
TOEFL dan Speaking dalam waktu 2,5 bulan dengan kondisi background Bahasa
Inggris aku yang lack banget daaaan uang yang aku bawa pas-pasan. Haha. (Ini akan
menjadi pertimbangan yang sangat sulit).
Aku ga
tahu kondisi setiap kursusan waktu itu. Pokoknya aku tertarik dengan dua
kursusan, Access sama Test. Access goalnya mahir IELTS tapi belajarnya 4 bulan eh apa 6 bulan ya? lupa.
Kalau Test goalnya bisa IELTS bisa TOEFL belajarnya 3 bulan ditambah 1 bulan
bisa jadi pengajar disana. Dua kursusan ini terkenal mahal bahkan sangat mahal
di Pare, bisa dibilang Test paling mahal. Aku agak tertarik sama yang
mahal-mahal. He (padahal uang yg dibawa dikit. hihi)
Aku,
Elis, sama teh Tuti berdiskusi panjang dan akhirnya berencana (baru rencana)
untuk masuk Test. Karena awal periode di Test itu setiap tanggal 10 setiap
bulannya, jadi terpaksa kita harus mengisi waktu 2 minggu di tempat lain.
Bingung
kembali, karena harus memutuskan program dan lembaga apa yang cocok kita pilih?
(karena kita sangat berhati-hati, ceritanya).
Ohya,
kita keliling-keliling Pare jalan kaki lho, wow! Ga ada pemandu, ga diantar
teman, kita bertiga panas-panasan dan bermodalkan peta di smartphone kita. Untungnya
ada Teh Tuti, dia leader aku sama Elis. Dia mampu membaca peta dengan sabar. Jadi
dia yang jadi petunjuk jalan. Karena aku sama Elis udah capek duluan ditambah
suhu yang sangat panas. Kita ikut aja kemanapun Teh Tuti pergi.
Guys,
sampai bada magrib kita belum memutuskan lembaga untuk kita belajar selama dua
minggu. Yasudah kita lanjut ke misi berikutnya yaitu mencari kostan. Dengan dasar
kita akan menghabiskan banyak uang di lembaga yang mahal nanti, jadi kita
putuskan mulai detik itu untuk hidup hemat sehemat-hematnya. Jadi kita nyari
kostan yang murah, semurah-murahnya.
Sampai
malam pukul 21.00 kita belum nemu tuh kostan yang murah. Haha kebangetan emang
kalau inget-inget masa itu. Alhasil kita harus nginep semalam dikosan temenku
itu. Menginap dikosan temen itu sangat ga recommended karena bakal ngerepotin
dan ga enak bgt ke yang punya kostan.
Besoknya
alhamdulillah kita dapet kostan murah bahkan mungkin paling murah. Mau tau
harganya? Rp130,000 sebulan perorang. Karena kita Cuma dua minggu disitu jadi
kita Cuma bayar Rp65,000. Ini bener-bener murah! Paling murah di Pare! Tapi kamu
jangan bayangin fasilitasnya! Karena kita lihat harganya bukan fasilitasnya. Lanjut,
kita sewa sepeda, dan ini juga ceritanya kebangetan. Kita usahakan nyewa sepeda yang
paling murah. Sebisa mungkin kita bisa hemat meski beberapa puluh ribu. Dapetlah
sewa sepeda dengan harga Rp50,000 sebulan dengan kondisi karatan disana sini
dan warna yang tidak pasti.
Dihari
yang sama, keluar gagasan bagus buat nyari kursusan yang murah juga. Alhasil kita
nemu deh kursusan murah, yaitu Kresna. Aku sama Elis ngambil kelas Planet
Speaking dan teh Tuti ngambil Pre Planet Speaking di Kresna selama dua minggu.
Banyak
cerita menarik di Planet Speaking, akan aku ceritakan... belum nemu hikmahnya? mmm,
aku belum benar-benar bercerita.
To be
continued ^^